Merauke, Jubi (15/4)— Prarekonstruksi terhadap pembunuhan anggota
polisi di Pospol Trikora, Brigadir Polisi (Brigpol) Levianus Ayomi
beberapa waktu lalu oleh Polres Merauke, diduga hanya suatu rekayasa
semata yang dilakukan Polres Merauke. Akasannya, banyak kejanggalan yang
terjadi saat para pelaku memerankan adegan penikaman.
Dugaan itu dikatakan Uskup Agung Merauke, Mgr Nicolaus Adi Seputra, MSC, saat ditemui tabloidjubi.com di Sekretariat Keuskupan Selasa (15/4).
Menurutnya, berdasarkan keterangan beberapa saksi mata saat
pelaksanaan rekonstruksi, pelaku atas nama TK, sepertinya masih
mencari-cari sasaran penikaman. Begitu juga pemadaman stop contact. Para pelaku, masih mencari-cari tempat lagi. Juga beberapa kejanggalan lain.
Berdasarkan sejumlah kejanggalan itu, kata Uskup, pada tanggal 8
April 2014 lalu,dirinya bersama Aloysius Dumatubun datang ke Polres
sekaligus meminta izin kepada Kapolres Merauke, Ajun Komisaris Besar
Polisi (AKBP) Sri Satyatama agar bertemu mereka yang katanya sebagai
pelaku pembunuhan Brigpol Ayomi.
“Saya menyampaikan kepada Kapolres bahwa saya ingin membantu polisi
mengungkap kebenaran siapa pelaku pembunuhan anggota polisi itu. Kami
ingin mendengar secara langsung dari mulut mereka sendiri. Jadi, perlu
didengar apakah benar mereka pelakunya atau bukan. Akhirnya, saya
diizinkan bertemu mereka,” ujar Uskup.
Awalnya, lanjut Uskup, pertemuan dilakukan bersama FP. Saat ditanya,
dia mengaku bahwa dirinya termasuk pelaku dalam kasus pembunuhan Ayomi.
“Saya tanya kembali sampai tiga kali dan meminta untuk menjawab
dengan sesungguhnya sesuai hati nurani. Dari situ, dengan polos
mengaku, tidak tahu apa-apa dan dirinya hanya menyerahkan diri karena
kasus percobaan pemerkosaan,” tandasnya.
Berikutnya, jelas Uskup, AB yang ditanya. AB mengaku tidak
tahu-menahu kasus pembunuhan tersebut. Saat kejadian, ia sedang
mengikuti acara 40 malam di Jalan Natuna. “Saat itu, saya ditangkap dan
pertanyaan yang mengarah kepada pembunuhan korban Ayomi. Bahkan, saya
ditempeleng serta ditendang di salah satu rusuk serta kaki diinjak
sampai luka,” kata Uskup menirukan pengakuan AB.
Lebih lanjut Uskup mengaku, setelah dua orang itu didengar
keterangan, dia pun bertanya kepada TK dengan pertanyaan yang sama.
TK mengaku tidak melakukan tindakan tersebut. TK mengaku memang pada
tahun 2004 lalu dia pernah membunuh orang juga. Sejak itu, setiap ada
kasus baru, namanya selalu dibawa-bawa, termasuk dalam kasus tewasnya
Brigpol Ayomi. TK pun mengalami nasib serupa dengan dianiaya oknum
anggota Polres Merauke.
Begitu juga dengan beberapa pelaku lain yang sudah ditangkap dan
diamankan. Misalnya YT yang saat kejadian, sesuai pengakuan keluarga,
sedang berada di Onggaya bersama salah seorang kakaknya mengambil pasir.
Sehingga saat kejadian tidak berada di tempat.
Intinya, lanjut Uskup, saat kejadian para pelaku yang telah ditangkap
dan diamankan Polres Merauke, berada di rumah masing-masing dan ada
yang di tempat lain. Dengan demikian, mereka tidak terlibat secara
langsung. “Saya tidak hanya mendengar keterangan dari mereka yang diduga
pelaku. Tetapi bertemu secara langsung bersama isteri maupun keluarga
mereka di rumah ,” tegasnya.
Uskup kembali menegaskan, dirinya juga kurang sependapat dengan
tindakan yang dilakukan oknum anggota Polri yang melakukan penganiayaan
terhadap para pelaku. Seharusnya, mereka diperlakukan secara
manusiawi. Jadi, ketika mereka diperiksa pun, dengan ketakutan dan
stres. Sehingga terpaksa mengakui telah melakukan pembunuhan terhadap
korban. Padahal, tidak seperti demikian.
Secara terpisah Kapolres Merauke, AKBP Sri Satyatama yang ditemui di
ruang kerjanya mengatakan, dalam bertindak dengan menangkap para
pelaku, atas dasar hukum sesuai keterangan para saksi maupun alat bukti
lain. “Ya, silakan saja para tersangka menyangkal. Kebenaran akan kita
lihat saat putusan di pengadilan nanti,” ujarnya.
Kapolres mengayakan, kewajiban polisi adalah mengumpulkan alat bukti
lain agar bisa membawa kasus dimaksud ke kejaksaan hingga pengadilan.
“Jadi, kalau ada anggapan bahwa kami merekayasa kasus itu, sangatlah
naif. Lagi pula, jumlah pelaku yang ditangkap, sudah empat orang,”
tegasnya.
Kapolres membantah adanya enganiayaan selama proses pemeriksaan
terjadap para tersangka. Namun, Kapolres mengakui setelah penangkapan
memang ada pelaku yang sempat dipukul anak buahnya. “Karena mereka
berusaha melarikan diri. Proses pemeriksaan juga tidak dipaksakan,”
katanya sambil menambahkan, para pelaku didampingi pengacara, Efrem
Fangohoy, S.H. sumber: (Jubi/Frans L Kobun)